Langsung ke konten utama

Anak UIN Raden Mas Said, tapi Gatau Raden Mas Said?



Perubahan status IAIN Surakarta yang kini menjadi Universitas Islam Negeri dan menggandeng salah satu nama tokoh terkemuka asal Kartasura, yaitu Raden Mas Said. Sebelum menggandeng nama Raden Mas Said, tentunya pihak kampus tidak akan asal comot nama. Lantas, kenapa ya nama Raden Mas Said dipilih untuk digandeng bersama dengan title UIN?

 

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, alangkah lebih baik jika kita sebagai Raden Mas Said muda mengenal sosok Raden Mas Said lebih jauh, dari asal-usulnya sampai pencapaian dan teladannya.

 

Merujuk ke kisah hidupnya, Raden Mas Said ini adalah seseorang yang cukup disegani bahkan ditakuti. Hal ini dibuktikan dengan keganasan pasukannya yang merepotkan pasukan dari Mangkubumi, Belanda, bahkan Surakarta. Bahkan, beliau mendapat julukan Sambernyowo dari Nicolaas Hartingh, Gubernur VOC untuk wilayah pesisir utara Jawa kala itu.

 

Lahir di tahun 1725 tepat pada tanggal 7 April dengan nama lahir Raden Mas Suryokusumo. Anak dari Kanjeng Gusti Aryo Mangkunegara yang tidak lain dan tidak bukan adalah putra tertua dari Sunan Amangkurat 4 yang kala itu bertahta di Kartasura.

 

Kala itu Raden Mas Said hidup dalam lingkungan keluarga kerajaan. Namun, Raden Mas Said mendapatkan ketidakadilan dan mengalami perlakuan semena-mena dari keraton yang membuat dirinya sangat geram. Salah satu contohnya adalah saat beliau ingin makan, yang seharusnya dirinya bergabung dengan keluarga kerajaan, kala itu justru dirinya hanya diberi piring berisi makanan dan disuruh untuk makan diluar, seperti binatang peliharaan.

 

Setelah mengalami beragam ketidakadilan hingga akhirnya termarjinalkan, Raden Mas Said membulatkan tekad untuk kemudian keluar dari keraton. Hingga akhirnya, pamannya dari Nglaroh, Wonogiri datang serta menjemput Raden Mas Said. Di Nglaroh inilah Raden Mas Said kemudan berlatih dan membentuk sebuah pasukan utama bernama Pasukan Baku yang berjumlah 40 orang.

 

Pasukan Baku inilah yang kemudian menjadi pasukan legendaris yang membuat ketar-ketir tiga kekuatan besar saat itu, yaitu Kasunanan Surakarta, Kesultanan Jogja, dan Belanda. Jika dipikir menggunakan akal, tentunya akan tampak mustahil jika pasukan kecil berjumlah 40 orang bisa mengalahkan pasukan-pasukan besar dengan jumlah pasukan bisa mencapai ratusan orang.

 

Dari sekian banyak episode kehidupan perjuangannya, Raden Mas Said pernah melawan pamannya sendiri, yaitu Pangeran Mangkubumi di tanah Sukowati (Sragen). Pada masa itu, Raden Mas Said sudah dianggap pemberontak oleh Pakubuwono II. Hingga akhirnya, Raden Mas Said berhasil ditangkap oleh Pangeran Mangkubumi.

 

Raden Mas Said adalah figur seorang pejuang yang mempunyai semangat, tekad, keberanian, dan tidak mudah menyerah. Semua hal itu tidak di dapatkan secara instan, tetapi semua itu di dapatkan Raden Mas Said seiring berjalannya waktu, mulai dari kehidupannya di keraton, di Nglaroh, dan perjuangan-perjuangannya saat berperang di lapangan. Dengan kata lain, Raden Mas Said besar karena hasil belajar dari latihan, pengalaman, dan pengamatan. Selain itu, Raden Mas Said juga pernah mendapatkan perlakuan yang kurang baik saat di keraton Kartasura, yang mana hal itu semakin membuat Raden Mas Said termotivasi untuk dapat membuktikan bahwa Raden Mas Said juga mempunyai kapasitas. Oleh karena itu, terciptalah prinsip teguh Raden Mas Said bahwa kebenaran harus terus diperjuangkan dan ketidakadilan harus ditumpas, bahkan dengan cara berperang.

 

Selain itu, Raden Mas Said memiliki semboyan yang legendaris. Semboyan ini yang kemudian menjadi konsep kepemimpinan beliau. Semboyan itu adalah ‘Tiji Tibeh’ (Mati siji mati kabeh, Makmur siji makmur kabeh). Semboyan ini mempunyai arti bahwa dalam medan perang, semuanya harus di maksimalkan dan nanti ketika berbuah manis, semuanya juga akan mendapat kemakmuran atau kesejahteraan. Pendekatan ini berhasil di terapkan ke dalam pasukannya. Semboyan ini pertama kali di kumandangkan ketika Raden Mas Said masih berada di Nglaroh bersama Pasukan Baku.

 

Dari kilas balik cerita kehidupan Raden Mas Said, banyak hal dan pelajaran yang dapat kita ambil, terlebih pada karakter yang ditumbuhkan oleh Raden Mas Said sendiri. Salah satunya adalah bahwa semua hal, baik yang ada di dalam diri sendiri ataupun yang akan diberikan kepada orang lain, itu tidak lepas dari yang namanya semangat. Semuanya harus terus diperjuangkan dan esok ketika berbuah manis, kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.

 

Kembali lagi pada topik awal pembahasan. Mengapa UIN Surakarta kini disandingkan dengan nama Raden Mas Said?

 

Menurut salah satu pengamat sejarah, Kanjeng Nuky. Peralihan nama dari IAIN Surakarta menjadi UIN Raden Mas Said adalah sebagai teladan mahasiswa UIN agar menjadi anak muda yang penuh semangat dan pantang menyerah.

 

Nah, setelah membaca kisah hidup, perjuangan, serta teladan Raden Mas Said, tentunya makin semangat dan bangga berkuliah di UIN Raden Mas Said Surakarta.